Pages

1.21.2011

Penggunaan Albumin pada Sirosis Hepatis

Bambang Poernomo

Bagian  Ilmu Penyakit Dalam FKIK Unsoed/RS Margono Soekarjo


ABSTRACT
There are various indications to give intravenous albumin for patients with cirrhosis of the liver, such as improving the general conditions, overcome ascites or hepatorenal syndrome cure. Of the many reasons for giving albumin were four indications that are supported by adequate clinical trial data, namely: Spontaneous bacterial peritonitis, Hepatorenal syndrome type 1, as a developer of plasma volume after major parasentesis, increasing diuretic therapy response.
.
Keywords : albumin, cirrhosis of the liver

Penatalaksanaan Medis Hemoroid

Download versi PDF silahkan klik di sini
I Gede Arinton

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FKIK Unsoed/RSUD Margono Soekarjo Purwokerto

ABSTRACT
Surgical treatment of hemorrhoids is often associated with morbidity that makes it of bad reputation and unpopular among patients. This article reviews regarding the medical therapies for hemorrhoidal symptoms with a discussion of non pharmacological and pharmacological treatments, and minimal invasive management. In general, almost all patients can be initially offered a non pharmacological treatment , including lifestyle and dietary modifications. The indications for minimal invasive procedures such as rubber band ligation, injection sclerotherapy, or infrared coagulation if the result of pharmacological and non pharmacological treatments not satisfaction.

Keyword : hemorrhoid, pharmacological treatment, non pharmacological treatment, minimal invasive management.


PENDAHULUAN

Kata hemoroid berasal dari bahasa Yunani, haem yang berarti darah dan rhoos berarti aliran sedangkan bahasa Latin disebut pila yang artinya bola(1). Hemoroid didefinisikan sebagai bantalan anus yang mengalami pembengkakan, perdarahan, trombosis dan/atau prolap sehingga menimbulkan gejala klinik(2).

Penderitaan akibat hemoroid, sebenarnya telah dikenal sejak zaman baheula. Beberapa sejarah budaya dunia seperti Babilonia, Hindu, Yunani, Mesir, dan Romawi telah menggambarkan tentang keluhan-keluhan akibat hemoroid, namun . Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi pertama kali menulis secara detil mengenai deskripsi klinik dan pembedahan terhadap hemoroid(3).

Diperkirakan sekitar 4-5% penduduk Amerika Serikat menderita hemoroid namun kebanyakan tidak berupaya mencari pengobatan secara medis, karena menganggap hemoroid merupakan penyakit ringan dan bersifat sementara. Artinya, penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya. Walaupun hemoroid merupakan penyakit yang tidak mematikan, tapi penyakit ini sangat berpotensi mengurangi kualitas hidup seseorang. Rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat bengkak pada anus bisa mengurangi produktivitas seseorang(4). Perdarahan hemoroid sebagai penyebab yang paling sering perdarahan saluran makan bagian bawah yaitu sekitar 76%, namun hanya 2-9% membutuhkan rawat inap(5).

Pencegahan merupakan pengelolaan hemoroid yang paling baik. Tindakan bedah merupakan tindakan invasif yang akan meningkatkan morbiditas dan tidak populer dari sudut pandang penderita. Sehingga tatalaksana medis yang efektif terhadap hemoroid merupakan pilihan baik untuk penderita maupun untuk dokter. Untuk memahami penatalaksaan hemoroid perlu dikemukakan patofisiologi hemoroid(6).

Patofisiologi hemoroid

Sebenarnya hemoroid merupakan komponen normal anorektal yang membantu mekanisme penutupan anus. Dengan adanya tehnologi modern temasuk histopatologi ditambah dengan pengetahuan fisiologi anorektal dapat disusun teori mengenai patofisiologi hemoroid. Berbagai teori telah dikemukakan termasuk teori vena varikosis, hiperplasi vaskuler, infeksi/radang dan sliding anal lining theory, namun teori yang terakhir banyak dianut(7).

Galen pada abad ke 2 mengemukakan perdarahan hemoroid sebagai “unsound juices” yang dikeluarkan tubuh melalui anus. Dengan diseksi anatomi, John Hunter menunjukkan adanya dilatasi vena hemoroid. Dilatasi vena tersebut dipercaya merupakan perubahan patologi pada hemoroid  sehingga muncul teori vena varikosis. Penelitian anatomi selanjutnya pada janin, bayi dan anak-anak ditemukan adanya dilatasi vena hemoroid namun tidak menimbulkan penyakit hemoroid(7).

Penelitian anatomi selanjutnya terhadap mukosa rektum ditemukan adanya corpus cavernosun recti yang merupakan jaringan erektil atau hemangiomatus akibat adanya hubungan arteriovenus. Jaringan erektil tersebut membantu mekanisme penutupan anus. Bila jaringan erektil tersebut mengalami hiperplasi maka terjadi hemoroid dan dikenal sebagai teori hiperplasi vaskuler. Teori hiperplasi vaskuler tersebut ditentang oleh Thomson yang mengemukakan bahwa perdarahan hemoroid berasal dari kapiler bukan dari veda dilatasi(7).  
Pada abad 19 Quenu dan Hartman mengemukakan teori infeksi/radang (plebitis) yang berasal dari luar lumen terutama dari kolon, yang memperlemah dinding vena hemoroid. Bukti dari teori tersebut dengan ditemukannya perubahan radang  dengan infiltrasi sel-sel bulat dengan kadang-kadang ditemukan leukosit besar(7).

Penelitian patologi lebih lanjut ternyata pada hemoroid ditemukan dinding vena bukan menipis namun bertambah tebal sebagai kompensasi sehingga teori infeksi/radang ditolak pada pertemuan the American Proctologic Society and the Section of Proctology of the Royal Society of Medicine in Philadelphia pada tahun 1964(7).

Penelitian lebih lanjut ternyata perubahan anatomi bantalan anus pada mukosa dan submukosa rektum termasuk muskularis mukosa, cabang akhir arteri dan vena hemoroid superior dan jaringan ikat terutama jaringan elastisnya. Kerusakan jaringan elastis terjadi secara perlahan-lahan akibat bertambahnya umur dan tauma akibat mengejan pada waktu buang air besar. Sehingga bantalan anus tersebut lepas dari spingter interna dan meluncur kebawah dengan akibat menonjol pada kanalis anal dan terjadi hemoroid . Teori tersebut disebut Sliding Anal Lining Theory(7). Dengan menggunakan marka histologi dan histokimiawi dibuktikan bahwa hemoroid manifestasi penyakit jaringan lunak, tidak melulu kelainan vaskuler(8).

Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan medik terdiri dari nonfarmakologis, farmakologis, tindakan  invasif minimal(9).  Tujuan penatalaksanaan medik untuk menghilangkan keluhan secepat mungkin dan mencegah kekambuhan(10).

Penatalaksanaan medis non farmakologis

Penata laksanaan non farmakologis untuk penderita hemoroid terdiri dari modifikasi diit dan berendam air hangat.

Modifikasi Diit.
Hemoroid atau prolap bantalan anus dapat disebabkan karena tinja yang keras sehingga proses defikasi perlu mengejan atau defikasi yang tiba-tiba akibat diare berat. Oleh karena itu penanggulangannya untuk melunakkan tinja dengan cara diii tinggi serat atau anti diare(11).

Tujuan pemberian diit tinggi serat pada penderita hemoroid untuk meningkatkan gerakan usus sehingga menghindari konstipasi. Dosis serat yang dianjurkan 20-30 g/hari yang bisa didapatkan dari buah-buahan, sayur-sayuran,  gandum , kacang-kacangan . Diit tinggi serat baik untuk hemoroid derajat 1 dan 2. Pada hasil sebuah penelitian metaanalisis melaporkan bahwa diit tinggi kalori mengurangi keluhan-keluhan  hemoroid(6, 11).

Pada penderita yang mengalami gatal pada anus disarankan untuk menghindari makanan yang menyebabkan pH tinja alkali seperti kopi, teh, keju, coklat, jeruk, bir, tomat, bawang dan kacang(11).

Berendam air hangat.
Dengan meningkatkan suhu air yang digunakan berendam akan menimbulkan reflek termospingter yang secara bermakna menurunkan tekanan lumen rektum dan spingter interna. Pada penderita hemoroid eksterna yang mengalami trombosis nyeri berkurang akibat relaksasi spingter(4).

Penatalaksanaan medis farmakologis

Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama: memperbaiki defekasi, kedua: simtomatis untuk meredakan keluhan subyektif, ketiga: menghentikan perdarahan, dan keempat: menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala(9).

Obat memperbaiki defikasi
Untuk memperbaiki defikasi dapat diberikan suplemen serat dan pencahar tinja. Serat merupakan bagian dari makanan yang tahan terhadap pencernaan ensim dan mencapai kolon tanpa perubahan. Oleh bakteri kolon, serat tersebut di fermentasi sehingga mempunyai 2 efek. Efek pertama, fermentasi serat tersebut memproduksi asam lemak rantai pendek yang dapat melekat pada epitel kolon dan mempunyai efek prokinetik. Efek selanjutnya fermentasi serat tersebut akan meningkatkan masa bakteri sehingga meningkatkan volume tinja. Serat yang tidak difermentasi dapat menarik air sehingga meningkatkan volume tinja(12).

Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium (misal Vegeta®, Metamucil®, Konsyl®), inulin (Fibe-sure®), gandum dekstran (Benefiber®) dan metilselulosa (Citrucel®). Efek samping antara lain kentut, kembung dan konstipasi, alergi, sakit perut dan lain-lain. Untuk mencegah konstipasi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air yang banyak(11).

Kerja obat pencahar dengan meningkatkan aktifitas NO synthase dan biosintesis platelet-activating factor didalam usus. Platelet-activating factor merupakan mediator pro inflamasi fosfolipid yang merangsang sekresi kolom dan motilitas saluran cerna.  Contoh obat pencahar yaitu kastroli, kaskara dan bisakodil(12).

Obat simtomatis
Untuk mengurangi keluhan digunakan bahan topikal berupa supositoria, busa, gel dan salep. Bahan-bahan tersebut tidak dapat menyembuhkan hemoroid, hanya sementara mengurangi keluhan. Hidrokortison topikal dapat mengurangi keluhan gatal. Salep anestesi dapat mengurangi keluhan nyeri pada trombosis hemoroid eksterna(11).

Obat menghentikan perdarahan
Hemoroid dapat menyebabkan perdarahan per rektal, biasanya tersamar dengan jumlah sedikit. Perdarahan masif biasanya disebabkan setelah manipulasi rektum baik dengan maupun alat, pemberian enema dan tinja yang keras(13).

Pada tahun 1971  dikenalkan obat hasil pemurnian fraksi flavanoid dengan mikronisasi yang terdiri dari 90% diosmin dan 10% hesperidin, yang dapat digunakan sebagai obat menghentikan perdarahan hemoroid. Obat tersebut dikenal sebagai obat plebotonik. Keuntungan mikronisasi penyerapan menjadi lebih cepat dan lebih baik, sehingga bisa meningkatkan bioavailabilitas. Dengan demikian efikasi klinis yang lebih cepat dan lebih unggul(14)

Mekanisme kerja obat plebotonik dalam menghentikan perdarahan hemoroid melalui berbagai cara. Cara pertama, dengan meningkatkan lamanya kontraksi vena dan melindungi katup vena. Peningkatan lamanya kontraksi vena menyebabkan peningkatan pengembalian vena dan mengurangi tekanan vena yang sangat tinggi seperti yang dijumpai pada penderita penyakit vena kronis. Katup vena terlindungi dari kerusakan yang diinduksi leukosit sehingga dapat mencegah timbulnya refluk(14).

Cara kedua, dengan menurunkan sintesis prostaglandin like PGE2 dan tromboksan B2 yang bertanggung jawab pada proses radang. Penurunan sintesis tersebut sebagai akibat kerja obat plebotik pada tingkat mikrosirkulasi dengan mengurangi permiabilitas kapiler dan meningkatkan resistensi kapiler dengan melindungi mikrosirkulasi dari proses perusakan(14).

Cara terahir, dengan meningkatkan aliran limfatik lokal melalui peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi limfatik, serta peningkatkan jumlah kapiler limfatik(14).
Efek samping obat plebotonik sangat jarang dan ringan seperti gangguan saluran cerna dan otonom. Dosis pada serangan hemoroid akut 6 tablet sehari selama 4 hari, sedangkan pada hemoroid kronis 2 tablet per hari(14).

Penatalaksanaan invasif minimal.

Penatalaksanaan invasif minimal dilakukan bila pengobatan non farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, termokoagulasi infra merah.

Skleroterapi hemoroid
Skleroterapi hemoroid sebagai pengobatan simtomatik hemoroid interna dikenalkan oleh Morgan pada tahun 1869. Prosedur skleroterapi hemoroid menggunakan cairan sklerosan yang disuntikkan ke jaringan submukosa dibawah hemoroid interna. Skelerosan tersebut akan menyebabkan terbentuknya fokus radang yang selanjutnya menjadi fibrosis dan kontraksi submukosa bantalan anus sehingga menghilangkan bendungan pleksus vena. Akhirnya bantalan anus terfiksasi pada posisi anatomi normal sehingga mencegah prolap dan mengurangi ukuran bantalan.  Berbagai cairan sklerosan yang tersedia namun yang paling populer polidocanol (Aethoxysklerol®) yang berisi 95% hydroxypolyethoxydodecane dan 5% ethyl alcohol(15).

Keuntungan tindakan skleroterapi hemoroid yaitu tehnik pelaksanaan sederhana dan mudah, tidak membutuhkan peralatan khusus hanya anuskopi dan alat suntik yang sesuai , dan tidak membutuhkan anestesi(15).

Tindakan skleroterapi hemoroid sangat berhasil pada hemoroid interna derajat I dan II. Kontraindikasi relatif skleroterapi hemoroid yaitu bila ditemukan adanya fisura anus, fistula anus ,  skin tag, hipertensi porta, infeksi anorektal aktif dan status imunokompromis. Sedangkan kontraindikasi absolut bila ditemukan adanya penyakit radang kolon seperti penyakit Cronh atau kolitis ulseratif. Komplikasi skleroterapi hemoroid umumnya jarang berupa sepsis pelvis dengan tanda-tanda trias yaitu nyeri pelvis, demam dan retensi urin(15).


Ligasi hemoroid
Tujuan ligasi hemoroid dengan karet untuk fibrosis submukosa yang selanjutnya fiksasi epitel anus ke spingter dibawahnya sehingga mencegah bantal anus bergerak kearah anus.Ligasi hemoroid hanya cocok untuk pengobatan hemoroid interna derajat I dan II. Tindakan ligasi hemoroid tidak dianjurkan bila ditemukan adanya fisura ani, abses atau fistula(16).

Persiapan sebelum melakukan ligasi hemoroid hampir sama dengan persiapan skleroterapi hemoroid namun dibutuhkan anestesi lokal dengan injeksi lidokain karena ligasi menyebabkan nyeri. Komplikasi yang sering terjadi perdarahan pada saat defikasi, edema/hematoma perianal, sepsis(16).

Termokoagulasi infra merah hemoroid
Tehnik termokoagulasi infra merah pertama kali dikenalkan oleh Nath pada tahun 1970. Dengan tehnik tersebut bantal anus menjadi normal baik dalam ukuran maupun posisinya. Indikasi tehnik tersebut pada hemoroid derajat I -II dan hemoroid dengan perdarahan aktif(17).

Keuntungan penggunaan tehnik termokoagulasi infra merah tidak menyebabkan interferensi gelombang elektromagnetik sehingga aman untuk penderita yang mengenakan pacu jantung, waktu koagulasi dicapai dalam 1-3 detik, tidak ada adesi jaringan, kedalaman nekrosis dapat ditentukan dengan tepat, cocok untuk perdarahan aktif, voltage rendah, aman bagi penderita hamil dan tidak membutuhkan elektroda yang inaktif. Kejelekannya hemoroid dapat kambuh, tindakan harus dilakukan beberapa kali, kotor dan dapat menyebabkan proktitis(17).

Ringkasan

Hemoroid didefinisikan sebagai bantalan anus yang mengalami pembengkakan, perdarahan, trombosis dan/atau prolap sehingga menimbulkan gejala klinik. Walaupun hemoroid merupakan penyakit yang tidak mematikan, tapi penyakit ini sangat berpotensi mengurangi kualitas hidup seseorang dan sebagai penyebab yang paling sering perdarahan saluran makan bagian bawah. Tindakan bedah merupakan tindakan invasif sehingga tatalaksana medis yang efektif terhadap hemoroid merupakan pilihan baik untuk penderita maupun untuk dokter.

Kepustakaan

Download versi PDF silahkan klik di sini